Thursday, November 10, 2011

Ilmu Kalam (Ushuluddin III)

B. Majusi / Zoroaster

Merupakan ajaran Zarathustra yang lahir 258 tahun sebelum Iskandar Agung atau sekitar abad ke-6 SM. Pokok ajarannya terkandung dalam kitab suci Zean Avesta (zean = penjelasan, avesta = hukum). Zarathustra mengajarkan adanya dewa-dewa yang terbagi dua bagian, yang tertinggi Ahura Mazda (Ormudz) adalah Tuhan Terang (Lord of Light) memancarkan Vaho Manah (pikiran baik), Asha Vahista (keadilan tertinggi), Khashathra Vairya (kerajaan Tuhan), Spenta Aramaiti (kebaktian saleh), Haurvatat (keselamatan) dan Ahriman (Agramanyu) adalah tuhan gelap (spirit of evil) memancarkan berbagai sifat kejahatan dan keburukan. Peperangan antara kedua golongan dewa tersebut menimbulkan konsepsi tentang kejadian alam (kosmogini) dan eschatologi.

Salah satu aliran yang besar pengaruhanya adalah aliran Manes (Manichanism school) yang dikalangan theologi Islam dikenal dengan sebutan kaum zindik. Manes hidup sekitar pertengahan abad ke-3 SM. yang kemudian mengaku dirinya sebagai Nabi pembaharu agama Zoroaster. Didalam ajaran-ajarannya tampak pengaruh Budhisme dan Gnoticisme dengan bertitik tolak dari dualisme zoroaster. Yang terpenting dari ajarannya adalah pemberian arti kerohanian dari pergulatan antara terang dan gelap dalam ajaran zoroaster tersebut.

Dalam rangka pengertian kerohanian itulah pengikutnya diwajibkan untuk bertapa dan berlaku zuhud, tidak boleh kawin, berpuasa terus-menerus paling tidak 7 hari dalam sebulan, bersembahyang terus menerus dan sekurangnya 12 kali sujud kepada matahari terbit sebagai lambang dari dewa Ahura Mazda, tidak menyembelih binatang dan meninggalkan dunia ramai. Pertarungan antara yang baik (terang) dengan yang buruk (gelap) dalam diri seseorang mengharuskan semua ketentuan ini dilaksanakan dan akhirnya jiwa harus dapat mengalahkan keburukan (kegelapan).



C. Filsafat India

Anak benua India ditaklukkan oleh Jendral Muhammad Al-Qasim atas perintah Hajjaj bin Yusuf, panglima Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Penduduk India sudah menganut agama Hindu dan Budha. Bangsa India juga sudah terpengaruh budaya Hellanisme ketika seelumnya pernah ditaklukkan oleh Alexander Agung.



Hinduisme

Menurut ajaran Hindu, konsepsi tentang diri (self) merupaka sesuatu yang menarik. Diri itu adalah sesuatu yang abadi, tidak dilahirkan dan tidak pernah mati, merupakan konsepsi yang jelas tampak dalam Weda dan Bhagawat Gita. Setiap diri (self) selalu identik dan bersifat tetap. Disamping diri, dimiliki macam ragam hal dan keadaan yang tidak tetap dan selalu berubah, dan ini bersumber dari pengalaman. Dalam hubungannya dengan jagad raya, ia bersumber dari yang tidak berubah, mutlak dan universal dalam bentuk kenyataan yang dijumpai dalam kekhususan yang mempunyai banyak ragam bentuk dan sifatnya yang selalu berbah dan saling bertentangan. Diantara diri dan dan pengalaman alamiah itu manusia meski mendirikan kehidupan. Dalam hal ini, masih banyak yang belum diketahuinya dan filsafat India mengangkat masalah ini dalam filsafat maya. Filsafat India menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya jangan melalui kemampuan rasio, tapi menggunakan batin. Sebagaimana Plato dan Kant di dunia Barat, maka Nagarjuna dan Samsara dari India menyatakan bahwa pikiran (rasio) kita hanya bersangkut paut dengaan hal-hal yang relatif dan tidak berkaitan dengan hal yang mutlak.

Meskipun ada wujud yang mutlak itu tidak diketahui melalui ratio namun masih bias dirasakan dan kemudian dipecahkan melalui perasaan. Ada (wujud) dan diri (self) adalah kesatuan kenyataan dari yang paling rahasia dan paling mendalam dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali diri itu sendiri.

Inilah pokok-pokok pikiran wihdatul wujud dalam alam pikiran Advaita yang dianut oleh Gaudapada dan Samkara. Dari pokok pikiran itu berkembang lebih lanjut bahwa dunia adalah kesamaan yang telah menjadi perbedaan. Yang satu tidak terasing dari yang lainnya, sedang Tuhan adalah tempat yang paling dalam, pangkal kebersamaan semesta. Dunia adalah bentuk lahir daripadanya.

Kitab-kitab Upanisad, Veda, Baghawat Gita penuh dengan pikiran-pikiran Wahdatul Wujud, Inkarnasi dan Reinkarnasi roh dan sebagainya. Dari pikiran-pikiran itu menunjukkan bahwa alam semesta itu bukan dijadikan dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) tetapi ia berasal dari sesuatu yang sudah ada hanya mengalami perubahan bentuk. Ia menggambarkan bahwa alam semesta ini tidak ubahnya seperti sebuah besi yang amat pijar membara dalam api yang begejolak mengeluarkan cahaya dan lentingan-lentingan bara. Dunia ini adalah sebiji lentingan bara dari besi pijar tersebut, maka alam semesta ini bukanlah dijadikan dari tidak ada menjadi ada tetapi merupakan limpahan daripadaNya. Pemikiran itu diungkapkan oleh filsuf Muslim yaitu Al-Biruni (440 H/1048 M) dalam alam pikiran Islam dalam bukunya Tahqiq ma lil hindi min Maqulah dan Al-Itsarul Baqiyah.

Disamping itu diterjemahkan juga Siddarta dari Brahmagupta, suatu risalah tentang Astronomi yang dilakukan oleh Fazari yang kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Astronomi dalam Islam. Sejak Abu Ja’far Al-Mansyur berkuasa, telah dilakukan penerjemahan berbagai buku tentang medis India dan lain-lain bidang ilmu, terutama pada masa menteri Yahya Al-Barmaki.



Buddhisme

Filsafat Budhisme menitik beratkan ajarannya untuk selalu berperilaku baik, berpikiran dan berniat baik, melakukan meditasi, mengekang keinginan hawa nafsu agar jiwa manusia lepas dari samsara (keinginan-keinginan rendah) untuk mencapai nirwana yaitu suasana batin yang damai, lepas dari pengaruh semua keinginan-keinginan, yang disebut Moksha.

Sumber: Filsafat India – Heinrich Zimmer, http://ahmadfaruq.blogdetik.com, http://dalamdakwah.wordpress.com

Ilmu Kalam (Ushuluddin III)

B. Majusi / Zoroaster

Merupakan ajaran Zarathustra yang lahir 258 tahun sebelum Iskandar Agung atau sekitar abad ke-6 SM. Pokok ajarannya terkandung dalam kitab suci Zean Avesta (zean = penjelasan, avesta = hukum). Zarathustra mengajarkan adanya dewa-dewa yang terbagi dua bagian, yang tertinggi Ahura Mazda (Ormudz) adalah Tuhan Terang (Lord of Light) memancarkan Vaho Manah (pikiran baik), Asha Vahista (keadilan tertinggi), Khashathra Vairya (kerajaan Tuhan), Spenta Aramaiti (kebaktian saleh), Haurvatat (keselamatan) dan Ahriman (Agramanyu) adalah tuhan gelap (spirit of evil) memancarkan berbagai sifat kejahatan dan keburukan. Peperangan antara kedua golongan dewa tersebut menimbulkan konsepsi tentang kejadian alam (kosmogini) dan eschatologi.

Salah satu aliran yang besar pengaruhanya adalah aliran Manes (Manichanism school) yang dikalangan theologi Islam dikenal dengan sebutan kaum zindik. Manes hidup sekitar pertengahan abad ke-3 SM. yang kemudian mengaku dirinya sebagai Nabi pembaharu agama Zoroaster. Didalam ajaran-ajarannya tampak pengaruh Budhisme dan Gnoticisme dengan bertitik tolak dari dualisme zoroaster. Yang terpenting dari ajarannya adalah pemberian arti kerohanian dari pergulatan antara terang dan gelap dalam ajaran zoroaster tersebut.

Dalam rangka pengertian kerohanian itulah pengikutnya diwajibkan untuk bertapa dan berlaku zuhud, tidak boleh kawin, berpuasa terus-menerus paling tidak 7 hari dalam sebulan, bersembahyang terus menerus dan sekurangnya 12 kali sujud kepada matahari terbit sebagai lambang dari dewa Ahura Mazda, tidak menyembelih binatang dan meninggalkan dunia ramai. Pertarungan antara yang baik (terang) dengan yang buruk (gelap) dalam diri seseorang mengharuskan semua ketentuan ini dilaksanakan dan akhirnya jiwa harus dapat mengalahkan keburukan (kegelapan).



C. Filsafat India

Anak benua India ditaklukkan oleh Jendral Muhammad Al-Qasim atas perintah Hajjaj bin Yusuf, panglima Khalifah Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah. Penduduk India sudah menganut agama Hindu dan Budha. Bangsa India juga sudah terpengaruh budaya Hellanisme ketika seelumnya pernah ditaklukkan oleh Alexander Agung.



Hinduisme

Menurut ajaran Hindu, konsepsi tentang diri (self) merupaka sesuatu yang menarik. Diri itu adalah sesuatu yang abadi, tidak dilahirkan dan tidak pernah mati, merupakan konsepsi yang jelas tampak dalam Weda dan Bhagawat Gita. Setiap diri (self) selalu identik dan bersifat tetap. Disamping diri, dimiliki macam ragam hal dan keadaan yang tidak tetap dan selalu berubah, dan ini bersumber dari pengalaman. Dalam hubungannya dengan jagad raya, ia bersumber dari yang tidak berubah, mutlak dan universal dalam bentuk kenyataan yang dijumpai dalam kekhususan yang mempunyai banyak ragam bentuk dan sifatnya yang selalu berbah dan saling bertentangan. Diantara diri dan dan pengalaman alamiah itu manusia meski mendirikan kehidupan. Dalam hal ini, masih banyak yang belum diketahuinya dan filsafat India mengangkat masalah ini dalam filsafat maya. Filsafat India menyatakan bahwa dalam memecahkan masalah maya, hendaknya jangan melalui kemampuan rasio, tapi menggunakan batin. Sebagaimana Plato dan Kant di dunia Barat, maka Nagarjuna dan Samsara dari India menyatakan bahwa pikiran (rasio) kita hanya bersangkut paut dengaan hal-hal yang relatif dan tidak berkaitan dengan hal yang mutlak.

Meskipun ada wujud yang mutlak itu tidak diketahui melalui ratio namun masih bias dirasakan dan kemudian dipecahkan melalui perasaan. Ada (wujud) dan diri (self) adalah kesatuan kenyataan dari yang paling rahasia dan paling mendalam dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali diri itu sendiri.

Inilah pokok-pokok pikiran wihdatul wujud dalam alam pikiran Advaita yang dianut oleh Gaudapada dan Samkara. Dari pokok pikiran itu berkembang lebih lanjut bahwa dunia adalah kesamaan yang telah menjadi perbedaan. Yang satu tidak terasing dari yang lainnya, sedang Tuhan adalah tempat yang paling dalam, pangkal kebersamaan semesta. Dunia adalah bentuk lahir daripadanya.

Kitab-kitab Upanisad, Veda, Baghawat Gita penuh dengan pikiran-pikiran Wahdatul Wujud, Inkarnasi dan Reinkarnasi roh dan sebagainya. Dari pikiran-pikiran itu menunjukkan bahwa alam semesta itu bukan dijadikan dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo) tetapi ia berasal dari sesuatu yang sudah ada hanya mengalami perubahan bentuk. Ia menggambarkan bahwa alam semesta ini tidak ubahnya seperti sebuah besi yang amat pijar membara dalam api yang begejolak mengeluarkan cahaya dan lentingan-lentingan bara. Dunia ini adalah sebiji lentingan bara dari besi pijar tersebut, maka alam semesta ini bukanlah dijadikan dari tidak ada menjadi ada tetapi merupakan limpahan daripadaNya. Pemikiran itu diungkapkan oleh filsuf Muslim yaitu Al-Biruni (440 H/1048 M) dalam alam pikiran Islam dalam bukunya Tahqiq ma lil hindi min Maqulah dan Al-Itsarul Baqiyah.

Disamping itu diterjemahkan juga Siddarta dari Brahmagupta, suatu risalah tentang Astronomi yang dilakukan oleh Fazari yang kemudian memainkan peranan penting dalam perkembangan Astronomi dalam Islam. Sejak Abu Ja’far Al-Mansyur berkuasa, telah dilakukan penerjemahan berbagai buku tentang medis India dan lain-lain bidang ilmu, terutama pada masa menteri Yahya Al-Barmaki.



Buddhisme

Filsafat Budhisme menitik beratkan ajarannya untuk selalu berperilaku baik, berpikiran dan berniat baik, melakukan meditasi, mengekang keinginan hawa nafsu agar jiwa manusia lepas dari samsara (keinginan-keinginan rendah) untuk mencapai nirwana yaitu suasana batin yang damai, lepas dari pengaruh semua keinginan-keinginan, yang disebut Moksha.

Sumber: Filsafat India – Heinrich Zimmer, http://ahmadfaruq.blogdetik.com, http://dalamdakwah.wordpress.com