Thursday, September 3, 2009

SHOLAT DAN REALITAS SOSIAL

Sholat adalah hubungan vertikal secara langsung antara makhluk dengan khalik. Sholat merupakan perwujudan ibadah penghambaan serta pengabdian yang paling menonjol bagi orang Islam. Sholat di samping mengenalkan manusia kepada Allah juga mengenalkan ma-nusia kepada alam fisik (air, tanah, perputaran matahari, perjalanan waktu, dan lain-lain), de-ngan kata lain sholat yang diketahui sebagai ajaran dan kewajiban umat Islam memiliki arti penting bagi kehidupan manusia. sho-lat dapat mencegah seseorang dari perbua-tan keji dan mungkar (Q.S. al-Anka-but:45), menanamkan ketentraman dan ketenangan dalam hati (Q.S. al-Ma’arij: 19-23), tapi mengerjakan banyak orang yang melakukan sholat tapi juga tetap menger-jakan maksiat atau biasa disebut STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan) hal ini ke-mungkinan didasari pada ketidaktahuan masyarakat tentang hakikat utama dari sholat tersebut yang kebanyakan orang ha-nya memperhatikan dari segi lahir, seperti syarat dan rukun sholatnya saja tetapi ku-rang memahami makna dan hakikat sholat secara bathin. Seperti makna do’a, gera-kan-gerakan dalam sholat yang merupakan aspek terpenting dalam melaksanakan sholat.
Dari uraian di atas, maka dapat di-bayangkan bagaimana kontrasnya antara dunia remaja dalam realitas dengan sholat yang notabene telah ada sejak zaman Ra-sulallah bahkan sebelum Nabi Muham-mad saw. Kontras memang, apalagi hal ini dikaitkan dengan fenomena remaja Indo-nesia. Bagi remaja yang menyadari arti pentingnya sholat selain sebagai bentuk dan realisasi ketundukan dirinya kepada Tuhannya adalah sebagai latihan fisik dan mental, lahir, bathin, fisiologis dan psiko-logis dalam menghadapi tantangan arus globalisasi zaman. Namun bagi yang tidak menyadarinya dan dikalahkan oleh nafsu-nya dianggapnya sholat adalah menjadi beban bagi dirinya.
Pengekangan hawa nafsu pada da-sarnya adalah letak kebahagiaan sejati seseorang. Bagaimana tidak; kebahagiaan pada dasarnya adalah bagaimana sikap kita ketika menghadapi problematika. Ketika mensikapinya dengan positif, maka disi-tulah kita akan mencapai kebahagiaan, namun apabila kita mensikapinya dengan negatif, maka akan mengalami “stress” dan jauh dari kebahagiaan. Dengan kata lain seseorang yang dapat menatur hawa nafsunya dan seluruh nafsu yang ada pada dirinya dia akan memperoleh kebahagiaan sejati.
Untuk mengatur hawa nafsu itulah Allah mewajibkan kepada manusia untuk senantiasa melakukan ibadah sholat. Dalam teks al-Qur’an dikatakan “agar menjadi orang yang bertaqwa”. Taqwa di sini dalam pemahaman bahwa seseorang itu telah mampu mengatur hawa nafsu yang pasti ada pada dirinya. Berbahagialah orang yang mampu konsisten sholat de-ngan kondisi bagaimanapun dan sekali lagi selamat berbahagia bagi orang yang istiqo-mah dalam sholatnya. IMAM BUKHORI (Pegiat Masjid Comunity Klitren Jogja)