Wednesday, November 9, 2011

Ilmu Kalam (Ushuluddin II)

A. Filsafat Yunani

Ciri khas filsafat Yunani adalah pemikiran bebas yang tidak terikat oleh agama. Jiwa filsafat Yunani adalah mengamati, memikirkan dan merenungkan segala sesuatu berdasarkan rasio (akal).



Neo Platonisme

Plato adalah seorang filsuf Yunani Kuno yang utama, guru dari Aristoteles. Ajaran Plato banyak terpengaruh Sokrates yang berusaha menentukan hakikat keadilan-keadilan dan keutamaan-keutamaan lain. Menurut Plato hakikat itu memiliki realitas, terlepas dari segala perbuatan kongkrit. Idea keadilan, idea keberanian dan idea lain memang ada dan idea-idea itu tidak diciptakan oleh pikiran manusia. Idea itu sesuatu yang obyektif dan berdiri sendiri. Idea-idea itu etis dan matematis. Namun secara sempurna Plato tidak mampu menjelaskan apa hakikaty idea-idea itu. Ada yang tidak bisa dijawab tentang apa yang disebut idea-idea.

Di sisi lain, Plato menganggap jiwa sebagai pusat atau intisari kepribadian manusia. Terdapat kesamaan antara jiwa dengan idea-idea. Jiwa dan bukan tubuh yang mengenal idea-idea. Oleh karena jiwa sama dengan idea-idea, maka baik idea-idea maupun jiwa bersifat abadi dan tidak berubah. Bagi Plato jiwa itu tidak saja bersifat abadi dan tidak ikut mati ketika tubuh mati (immortal), tetapi jiwa sudah ada sebelum hidup di bumi ini. sebelum bersatu dengan tubuh, jiwa sudah mengalami suatu pra-eksistensi, di mana ia memandang idea-idea. Sewaktu manusia lahir ke bumi, pengetahuannya tentang idea-idea menjadi kabur, tetapi pengetahuan itu tersimpan dan pada saatnya jiwa dapat mengingatnya kembali..

Jiwa, bagi Plato,terbagi tiga sesuai fungsinya, yaitu “jiwa rasional” (to logistikon), “bagian keberanian” (to thymoeides), “bagian keinginan” (to epithymetikon).

Ajaran dan pemikiran Plato dibahas dan dihidupkan kembali oleh tokoh-tokoh Neo-Platonisme seperti Plotinus (204-270 M), Malchus ( 232-304 M), Proclus (412-485 M) dan lain-lain.

Faham ajaran Plotinus yang terpenting adalah membahas Trinitas yaitu : The one, spirit dan soul. Menurut Bertrand Russell, ketiga oknum itu sebagai satu kesatuan. The One (yang Esa) itu kadang disebut sebagai God (Tuhan) kadang disebut sebagai Good (Yang Maha Baik) yang sulit diberikan definisi, batasan dan predikat padanya, tetapi dinyatakan bahwa “Dia ada”.

Yang Esa adalah mutlak, spirit datang kemudian dan soul yang terakhir. Tuhan tidak bisa dikatakan sebagai segala-galanya karena Tuhan mengatasi segala-galanya. Yang Esa dapat hadir melalui segala sesuatu tanpa usaha untuk datang. Tuhan tidak berhajat kepada hasil ciptaan-Nya dan mengabaikan dunia.

Oknum yang kedua adalah Spirit (akal) yang merupakan gambaran dari Tuhan, dia diciptakan dari sebab Yang Esa dalam mencari diri-Nya, mempunyai penglihatan dan pengliahatan itulah yang disebut spirit. Dalam hal ini yang melihat dan yang dilihat adalah sama sebagaimana yang diajarkan oleh Plato. Diumpamakan dengan matahari maka pemberi sinar dan yang disinari adalah sama. Jadi spirit adalah sebagai sinar yang dipakai oleh Yang Esa untuk melihat diriNya.

Oknum ketiga adalah soul, menduduki peringkat terendah. Soul walaupun berada dibawah spirit tetapi ia perencana dari segala sesuatu yang hidup, melimpahkan matahari, planet-planet dan seluruh alam semesta. Soul mempunyai dua aspek, yang pertama berupa roh batin yang menujuku kepada spirit dan yang kedua roh yang menuju hal-hal yang diluar, dalam mana turun berjenjang sampai kepada alam inderawi sebagai gambaran dari padanya.

Plotinus berkeyakinan bahwa benda-benda langit adalah wujud-wujud percikan (emanasi) Tuhan. Dalam hal bagaimana soul dapat ber emanasi menjadi alam semesta tidak lain adalah karena rindu (eros) kepada spirit.

Soul mempunyai keinginan yang kuat terhadap susunan yang indah yang pernah ia lihat dalam intelektual spirit (akal intelek). Menurut Plotinus tubuh adalah tidak kekal, sedangkan roh itulah yang kekal dan ia bukan merupakan bentuk tetapi esensi yang abadi.

Bagi roh yang didatangi Tuhan menjadikan roh itu bercahaya, yang dengan cahayanya itu pula dapat sampai menuju kepada Tuhan. Bagaimana caranya untuk bisa terjadi demikian ? Plotinus menyatakan “supaya kita putuskan hubungan dengan segala sesuatu kecuali kepada-Nya”. Dengan berbagai usaha agar dapat roh keluar dari badan terutama melalui “ekstasi”, akhirnya Plotinus mengalami keberadaan roh diluar tubuh sebagaimana dituturkan dalam bukunya “Enneads”.

The One disamakan dengan Allah, Spirit disamakan dengan Yesus yang mengandung segala form (bentuk-bentuk) dan kemudian soul yang merupakan hubungan antara spirit dan alam semesta. Ketiga unsur itu masing-masing suci dan disebut “Trinitas”.

Faham Neo-Platonis itu mewarnai seluruh karya Theologia Aristoteles, karangan yang terdiri kutipan-kutipan yang disandarkan kepada Aristoteles, tanpa diketahui siapa pengarang yang sebenarnya dan sampai ketangan kaum Muslimin pada abad ke-9 Masehi.

Gnosticisme

Berasal dari kata yunani Gnosis yang artinya “pengetahuan rahasia” yang dalam bahasa Arab disebut ghunusiyah yang bermakna al-ma’rifah al-ilahiyah atau ilmul asrar. Lahirnya gnosticisme tidak dapat dipastikan waktunya, tapi Philo Judaeus (30-5- M) telah mengembangkannya dengan agama Yahudi. Dapat dikatakan kelahiran gnosticisme sebagai gerakan filsafat ketika akhir zaman Yunani kuno dan permulaan zaman Masehi.

Menurut faham gnosticisme, Tuhan berada pada tingkat tertinggi, wujud terpisah (transedent) dengan alam materi. Adanya wujud materi bersumber dari Tuhan. Dari Tuhan pertama kali terbit aeon positip dan aeon negatip. Dari kedua aeon yang berlawanan itu lahirlah aeon-aeon lainnya hingga sampai kepada 30 aeon-aeon (pleroma) yang selanjutnya menjadi dasar alam (spirit) dan melahirkan sophia (hikmah). Dari perkembangan yang berjenjang turun akhirnya sampai kepada alam materi.

Dari aeon-aeon pertama dan seterusnya, ketika terpisah dengan Tuhan, timbul rindu dan ingin kembali kepada Tuhan. Aeon-aeon itu dapat kembali kepada Tuhan kalau suci dan bersih dari segala bentuk noda dan dosa. Dari aeon-aeon positip yang bersih dan suci itu melahirkan alam spirit dan aeon-aeon negatip yang kotor dan penuh dosa itu tidak dapat kembali kepada Tuhan dan daripadanya timbul alam materi.

Para pengikut gnosticisme memiliki ajaran atau doktrin bersifat rahasia. Diantaranya ajaran-ajarannya antara lain :

a. Tuhan adalah akal (God is intelect).

b. Hubungan dengan Tuhan cukup dengan akal melalui ma’rifah ilahiyah tanpa perlu dengan ritual ibadah.

c. Keselamatan dan kebajikan lebih baik diperoleh dengan ma’rifah ilahiyah daripada melalui agama itu sendiri.

d. Ma’rifah ilahiyah itu didapat oleh orang-orang yang tertentu saja.

e. Manusia dapat bersatu dengan Tuhan.

Perkembangan dan intergrasi gnoticisme memuncak dalam pemikiran filsuf Kristen yang dikenal dengan Marcion (144 M). Menurut pandangan mereka, diri Yesus sendiri dilambangkan sebagai pusat gnosis, diri yang mempersatukan antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara material dan spiritual dan hanya Yesus sendiri saja yang bersatu dengan Tuhan. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya gnosis dapat pula dilimpahkan Tuhan kepada orang-orang tertentu disetiap waktu dan jaman.

Sumber: Sejarah Filsafat Yunani – K. Bertens,http://ahmadfaruq.blogdetik.com, http://dalamdakwah.wordpress.com

No comments: